Rukun Shalat
1) Niat
Arti niat ada dua :
a. Asal makna niat ialah “menyengaja”
suatu perbuatan. Dengan adanya kesengajaan ini, perbuatan dinamakan ikhtijari
(kemauan sendiri, bukan dipaksa).
b. Niata pada Syara’ (yang menjadi rukun
shalat dan ibadah yang lain), yaitu menyengaja suatu perbuatan karena mengikuti
perintah Allah supaya diridai-Nya. Inilah yang dinamakan ikhlas. Maka orang
yang shalat hendaklah sengaja mengerjakan shalat karena mengikuti perintah
Allah semata-mata agar mendapat keridaan-Nya; begitu juga ibadah yang lain.
Firman Allah SWT:
وَمَۤااُمِرُوْۤااِلَّالِيَعْبُدُواللهَ
مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ. البيّنه ۵
Artinya : Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama dengan lurus.” (Al-Bayyinah: 5)
Sabda Rasulullah SAW:
اِنَّمَاالْاَعْمَالُ
بِالنِّيَاتِ. رواه البخارى ومسلم
Artinya : Sesungguhnya segala amal itu
hendaklah dengan niat.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Madzhab yang epat bersepakat bahwa niat
pada shalat lima waktu hukumnya wajib. Berarti niat pada shalat lima waktu. Akan
tetapi, mereka berbeda paham tentang apakah niat itu rukun atau syarat.
Golongan Syafi’i dan Maliki sepaham bahwa
niat itu menjadi rukun pada shalat lima waktu. Hanafiyah dan Hanabilah
sepakat pula bahwa niat itu menjadi syarat pada shalat lima waktu.
Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah
beralasan dengan ayat dan hadits tersebut di atas, sedangkan Hanafiyah beralasan
dengan ijma’ ulama, karena yang dimaksud dengan ibadah dalam ayat di atas
menurut tafsiran mereka termasuk urusan tauhid (ketuhanan), bukan ibadah
amaliyah seperti shalat. Mereka menafsirkan hadits tersebut dengan mentakdirkan
sawab (pahala). Oleh sebab itu, tafsir hadits tersebut menurut mereka
adalah “pahala amal yang bergantung pada niat”. Maka orang yang beramal dengan
tidak berniat, amalnya sah, hanya tdak mendapat pahala. Apakah arti sah kalau
tidak mendapat pahala? Mereka menjawab, “Arti sah di sini ialah orang beramal
tidak berniat, terlepas dari tuntutan walaupun ia tidak mendapat pahal.”
Yang perlu dalam niat shalat lima waktu
ialah “sengaja mengerjakan shalat” supaya berbeda dengan perbuatan yang lain,
dan “menentukan shalat yang dikerjakan”, seperti Dzuhur, Asar dan lainnya; dan “menyengaja
atau meniatkan bahwa shalat itu fardhu”. Salah satu contohnya adalah niat
Dzuhur, yaitu; “Sengaja aku shalat fardhu Dzuhur”; demikian juga yang lain.
2) Berdiri bagi orang yang mampu
Orang yang tidak mampu berditi,
diperbolehkan shalat sambil duduk; kalau tidak mampu duduk, boleh berbaring;
dan kalau tidak mampu berbaring , boleh menelentang; kalau tidak mampu juga
demikian, shalatlah semampunya, sekalipun dengan isyarat. Yang penting shalat
tidak boleh ditinggalkan selama iman masih ada. Orang yang di atas kendaraan,
kalau takut jatuh, atau takut mabuk, ia boleh shalat sambil duduk. Juga ia
boleh percaya akan nasihat tabib yang mahir.
Rasulullah SAW bersabda:
قَالَ
عَمْرَانُ بْنُ حُصْبَنْ كَانَتْ بِىَّ بَوَاسِيْرُفَسَأَلْتُ النَّبِىَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصَّلَاةِ فَقَالَ صَلِّ قَائِمًافَاِنْ لَمْ
تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًافَاِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلٰى جَنْبٍ. رواه
البخارى وزادالنسائى فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ
فَمُسْتَلْقِيَالَايُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًااِلَّاوُسْعَهَا.
Artinya : Amran bin Husban berkata, “Saya
berpenyakit bawasir, maka saya bertanya kepada Nabi SAW tentang shalat. Beliau berkata,
‘Shalatlah sambil berdiri; kalau tidak kuasa, shalatlah sambil duduk; kalau
tidak kuasa duduk, shalat sambil berbaring” (Riwayat Bukhari, dan Nasai
menambahkan, “Kalau tidak juga kuasa, shalatlah sambil menelentang , Allah
tidak memberati seorang melainkan sekuasanya.”)
Pada shalat fardhu diwajibkan berdiri karena
berdiri adalah rukun shalat. Tetapi pada shalat sunat, berdiri itu tidak
menjadi rukun.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ
صَلّٰى قَائِمًافَهُوَاَفْضَلُ وَمَنْ صَلّٰى قَاعِدًافَلَهُ نَصْفُ
اَجْرِالْقَائِمِ وَمَنْ صَلّٰى نَائِمًافَلَهُ نِصْفُ اَجْرِالْقَاعِدِ. رواه
البخارى
Artinya : “Barang siapa shalat sambil
berdiri, mendapat ganjaran yang sempurna, barang siapa shalat sambil duduk,
mendapat seperdua ganjaran orang yang shalat sambil berdiri; barang siapa
shalat sambil berbaring, mendapat ganjaran seperdua dari orang yang shalat
sambil duduk.” (Riwayat Bukhari)
Ganjaran duduk dan berbaring itu kurang
dari ganjaran berdiri, apabila dilakukan ketika mampu. Tetapi jika dilakukan
karena berhalangan, ganjarannya tetap sempurna seperti shalat berdiri.
Terima kasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini.