Kiblat Ka’bah atau jihat-nya (bag.2)


Alasannya yaitu:
a) Menurut arti yang terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 144.

b) Hadits Ibnu Umar.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ بَيْنَمَاالنَّسُ بِقُبًافِىْ صَلَاةِ الصُّبْحِ اِذْجَاءَهُمْ اٰتٍ فَقَالَ اِنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْاُنْزِلَ عَلَيْهِ اللَّيْلَةَ قُرْاٰنٌ وَقَدْاُمِرَاَنْ يَسْتَقْبِلَ الْقَبْلَةَ فَاسْتَقْبَلُوْهَاوَكَانَتْ وُجُوْهُهُمْ اِلَى الشَّامِ فَاسْتَدَارُوْا اِلَى الْكَعْبَةِ – متفق عليه.
Artinya: Dari Ibnu Umar. Ia berkata, “Ketika orang-orang shalat subuh di masjid Quba’, tiba-tiba datang seseorang kepada mereka. Kata orang itu, ‘Sesungguhnya telah diturunkan kepada Nabi Saw. pada malam ini Qur’an, dan beliau disuruh menghadap kiblat. Maka hendaklah kamu menghadapnya.’ Ketika itu mereka menghadap ke Syam (kiblat lama), lantas mereka berputar menghadap ke ka’bah.” (Riwayat sepakat ahli hadis)

Perbuatan tersebut tidak dibantah oleh Rasulullah Saw. menurut hadis tersebut, mereka langsung berputar dalam shalat dengan tidak mengadakan penyelidikan lebih dahulu. Hal ini menandakan bolehnya menhadap ke jihat ka’bah, sebab menghadap ke Ka’bah sungguh-sungguh tentunya tidak dapat apabila tidak dengan perhitungan secara ilmu ukur.

c) Karena menghadap ke jihat itulah yang mungkin baginya, dan dengankemungkinan itulah terletak hukum wajib atas seorang mukallaf.

d) Mereka mengakuisahnya shalat orang-orang yang tersebut di bawah ini:
1. Shalat orang yang safnya (barisannya) panjang berlipat ganda dari lintang ka’bah.
2. Shalat orang di atas bukit menghadap ke lapangan di atas ka’bah.
3. Shalat orang di atas tanah yang rendah menghadap ke bawah dari ka’bah.

Diperbolehkan tidak menghadap kiblat pada beberapa keadaan seperti yang tersebut di bawah ini :

Terima kasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini.