Alasannya yaitu:
a) Menurut arti yang terkandung dalam
surat Al-Baqarah ayat 144.
b) Hadits Ibnu Umar.
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ بَيْنَمَاالنَّسُ بِقُبًافِىْ صَلَاةِ الصُّبْحِ اِذْجَاءَهُمْ
اٰتٍ فَقَالَ اِنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْاُنْزِلَ
عَلَيْهِ اللَّيْلَةَ قُرْاٰنٌ وَقَدْاُمِرَاَنْ يَسْتَقْبِلَ الْقَبْلَةَ فَاسْتَقْبَلُوْهَاوَكَانَتْ
وُجُوْهُهُمْ اِلَى الشَّامِ فَاسْتَدَارُوْا اِلَى الْكَعْبَةِ – متفق
عليه.
Artinya: Dari Ibnu Umar. Ia berkata, “Ketika
orang-orang shalat subuh di masjid Quba’, tiba-tiba datang seseorang kepada
mereka. Kata orang itu, ‘Sesungguhnya telah diturunkan kepada Nabi Saw. pada malam
ini Qur’an, dan beliau disuruh menghadap kiblat. Maka hendaklah kamu
menghadapnya.’ Ketika itu mereka menghadap ke Syam (kiblat lama), lantas
mereka berputar menghadap ke ka’bah.” (Riwayat sepakat ahli hadis)
Perbuatan tersebut tidak dibantah oleh
Rasulullah Saw. menurut hadis tersebut, mereka langsung berputar dalam shalat
dengan tidak mengadakan penyelidikan lebih dahulu. Hal ini menandakan bolehnya
menhadap ke jihat ka’bah, sebab menghadap ke Ka’bah sungguh-sungguh
tentunya tidak dapat apabila tidak dengan perhitungan secara ilmu ukur.
c) Karena menghadap ke jihat
itulah yang mungkin baginya, dan dengankemungkinan itulah terletak hukum wajib
atas seorang mukallaf.
d) Mereka mengakuisahnya shalat
orang-orang yang tersebut di bawah ini:
1. Shalat orang yang safnya (barisannya) panjang
berlipat ganda dari lintang ka’bah.
2. Shalat orang di atas bukit menghadap
ke lapangan di atas ka’bah.
3. Shalat orang di atas tanah yang rendah
menghadap ke bawah dari ka’bah.
Diperbolehkan tidak menghadap kiblat pada
beberapa keadaan seperti yang tersebut di bawah ini :
Klik tautan berikut : Kiblat Ka’bah atau jihat-nya (bag.3)
Terima kasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini.